Saturday, October 8, 2022

Menulis Puisi || Resume Ke-18

 

Belajar Menulis Buku Gel. 27

30 - September 30, 2022

Hari/tanggal   : Jumat, 30 September 2022

Tema                : Menulis Puisi

Pertemuan       : 18

Moderator        : Dail Ma'ruf

Narasumber     : Dra. E Hasanah, M. pd

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

 


Tiba saatnya kita memasuki pertemuan ke -18

    Moderator kita tadi malam adalah bapak Dail Ma'ruf yang sudah beberapa kali memandu acara dan memberikan materi, jadi penyampaian terasa santai namun serius.

     Untuk narasumbernya adalah Ibu Dr. E Hasanah, M. Pd. Yang baru saja baru saja menyelesaikan strarata 3 atau S3 jurusan managemen pendidikan.

Narsum kita adalah seorang pengawas di Madrasah Aliyah.

 

Narasumber menjelaskan sudah banyak buku puisi antologi yang dihasilkan buah karya para peserta pelatihan sebelumnya mencapai 72 buah buku.

 


 Ada 5 pengikat puisi menurut narsum

Simak puisi berikut...

 

Dalam remang senja aku teringat

Ketika rasa itu menjelma

Aku terbuai dengan merdu suaramu

Termenung menyaksikan senyum terindah

Sampai menuju suatu arah

Yang membawaku larut dalam resah

Resah memikirkanmu aku terperangah

Pandangan itu membuatku melayang

Hingga pada titik dimana aku sedang tidak mengerti

Mengapa aku seperti ini

Bahwa cinta masih menguasaiku

Rasa ini mengalir tiada henti

 

Tatapan itu selalu menjadi candu untukku

Tatapan yang menyiratkan sebuah rasa yang tak aku tau

Tapi aku dapat merasakan rasa yang sedang ia rasakan

Semoga ini bukan hanya feeling

Tapi ini nyata dan segera terjadi.

 

Dulu aku kira kau hanya akan aku jadikan pelampiasan

Tapi sekarang, perasaan itu tumbuh tanpa aku sadari

Dan semoga kau bahagia mendengarnya

Karena saat ini kau bukan lagi pelampiasan

Melainkan rumah menetap ternyaman bagiku.

 


Tuhan

Bolehkah aku beristirahat sekejap saja?

Aku lelah dengan semua ini

Ingin pergi tapi tak mampu

 


Apakah aku tak ditakdirkan untuk bahagia?

Kenapa setiap kali aku bahagia selalu saja di hancurkan?

Bahkan mereka tak pernah mengharapkan kehadiranku

Apakah aku ini tak berguna?

 


Aku ingin pergi

Aku ingin bahagia dan merasakan ketulusan dari seseorang

Kenapa aku selalu di patahkan?

Kenapa aku harus di hancurkan?

Kenapa aku tak di anggap ada?

 

Jika mereka tak ingin aku ada

Kenapa mereka merawatku

Aku tak pernah berharap dilahirkan

Aku tak pernah berharap tuk di cintai

Aku tak pernah berharap tuk di hargai

Karena aku hanya akan menjadi beban hidup mereka

 

Dalam janjiku kala itu

Akan ku kunci hatiku untuk siapapun

Tapi kau hadir menaburkan rindu

Membuatku tanpa sadar menjadi candu

 

Canduku akan rindumu

Rindu yang katamu tak lagi bersuara merdu

Kala kekasih hati tak membalas salammu

Rinduku padamu juga tak sampai, tapi hatiku tak 'kan gentar

 

Bisakah cinta mempersatukan disaat rindu berlainan?

Bisakah hidup jadi sempurna disaat tanpamu, dayita?

Dayita kalbu katanya

Berirama layaknya lagu asmara

 

Aku hanya mampu menyuarakan pada Tuhan

Perihal rasa yang tumbuh tanpa pegangan juga perihal rindu yang tak terbalas karena berbeda perasaan

Rasaku ditanggung sendiri tak mau di ungkapkan

Mungkin sampai waktu yang menyingkap takdir kehidupan

 

Harap dan rasa mencuat

Beku, ngeri, menyayat hati

Kupikir dunia itu indah

Nyatanya semua semu belaka

 

Amaraloka

Cinta, kasih, hati, romansa

Akankah bisa tanpa bhama?

 

Kupinang kalbu merenggut malam syahdu

Memejamkan mata membina romansa

Saban hari bersama rasa

Kuagungkan cinta dalam amaraloka

 

Aduhai kasih dan sayang yang kian membara

Kupinta satu tuk jangan mendua

Kupinta dua tuk jangan mementingkan bhama

Kupinta banyak untuk saling menjaga dalam amaraloka

Semoga tetap bersama sampai ajal tiba.

 

Ada sapa yang tak bernama

Mengoceh ulah membual makna sayang

Menggaruk isi kepalaku

Lalu, langsung menggoda _I love You_

 

Dari kelam yang pernah surut

Pada badai yang menerjalkan kapal

Hingga harap setinggi tempat bintang

Ternyata belum setahun sudah dihilang

Oleh wanita penggoda perebut tuan

 

Mungkin saja, kau macan yang liar

Hingga takdir meredupkan rasaku tanpa pijar

Mungkin saja, ada yang datang lalu menghibur

Sebab insan yang tak berarah

Berkeliaran memburu kedamaian

 

Dari sebuah pergi, di sini lahir rindu yang suci. Mungkin, hanya ini yang bisa kujaga abadi, tak lekang macam cintamu yang layu ketika diuji. Rindu ini tak kubiarkan mati, meski legam dibakar sepi.

Rindu ini tak kubiarkan mati,

sebelum masa memutus nadi.

Rindu ini tak kubiarkan kau ambil kembali, sekalipun kau tawarkan kata kembali.

Rindu ini entah kapan mati, sekalipun kupinta ia abadi. [Nasta'in]

 

Jenis puisi buah karya Nasta'in bentuknya bebas menurut narsum

 

Rima itu bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata untuk memperindah puisi dan menggambarkan perasaan penulisnya.

 

Sedangkan irama adalah pengulangan bunyi yang biasanya tersusun rapih.

 

Larik itu *baris* dalam puisi, bisa satu kata, bisa frase, bisa pula sebuah kalimat.

 

 Demikian resume kali ini.

Smapai jumpa dipertemuan berikutnya

No comments:

Post a Comment